Selasa, 14 Juni 2016

MARHABAN YA RAMADAN

Selamat datang Bulan Ramadan.
Bulan penuh ampunan
Bulan penuh berkah
Kesempatan emas untuk berbuat kebaikan
Janji untuk lebih baik dari tahun ke tahun

Ya Rabb, berikan ketenangan di hatiku
Usir rasa gundah dan risau
Sirami dengan rahmat dan kasih sayangMu
Agar hamba mampu menyadari kebaikan dan kebenaran yang Kau anugerahkan

Sesungguhnya ibadah yang hamba lakukan, semata-mata untuk diri hamba sendiri
Bukan untukMu
Tapi itu kebutuhanku

Tutup aib-aib hamba
Maafkan dosa dan kesalahan hamba
Liputi hati hamba dengan rasa syukur
Jauhkan hamba dari sifat kufur nikmat
Berikan keluasan hati dan pemikiran
Sehingga ikhlas kehidupan ini hamba jalani
Amin

Bengkulu, 15 Juni 2016

Senin, 02 Mei 2016

LEARN FROM MISTAKE



Sms ibu pagi itu membuat saya terenyuh. Pesan yang tidak hanya berisi kabar, melainkan tersirat nasihat dan harapan. Dalam hidup, hikmah yang bisa kita ambil tidak hanya berasal dari pengalaman hidup kita sendiri, melainkan kita dapat belajar dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang mengingatkan kita untuk tidak melakukan tindakan bodoh yang sama, karena dampaknya pun akan sama seperti contoh yang sudah ada di sekitar kita. Orang tua merupakan orang terdekat yang tentu saja memiliki harapan dan doa bagi anak-anaknya. Harapan orang tua sebenarnya tidaklah muluk-muluk, mereka tidak butuh materi dari anaknya, tidak butuh anaknya membalas seluruh cinta sayangnya. Harapan orang tua hanyalah ingin melihat anaknya tumbuh menjadi individu mandiri, yang baik dan berguna, tidak melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain, serta tidak mengkhianati kepercayaan mereka.
Sejenak saya termenung, mengingat kejadian apa saja yang pernah saya alami dan lakukan dalam hidup. Dalam hidup tentu saja manusia berbuat kesalahan. Penyesalan selalu datang di akhir dan hal yang sudah terjadi tidak akan pernah bisa dirubah. Mungkin jika kita sekedar menyesal dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, hal tersebut cukup menjadi obat bagi diri kita. Namun bagaimana dengan orang-orang yang kita sayang ? Ketika kita mengkhianati kepercayaan yang sudah mereka berikan, apakah kepercayaan itu akan tetap sama seperti semula ? tentu saja tidak. Kredibilitas dan kejujuran kita sudah diragukan. Kadang kita mengira kesalahan yang kita lakukan sederhana, padahal hal tersebut sangat melukai hati dan perasaan orang yang kita sayang. Dan apakah di saat terpuruk, orang-orang terdekat kita akan peduli dengan masalah kita ? atau malah acuh dan pergi. Kadang banyak orang yang tidak sadar akan letak kesalahannya dan terus mencari pembenaran. Bersyukurlah bila kita  mampu menyadari letak kesalahan tersebut dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi. Memberikan bukti bahwa kita pantas untuk dipercaya dan diberi kesempatan lagi. Meskipun itu sulit namun cukup diam dan buktikan. Lakukan secara terus-menerus sehingga menunjukkan bahwa kita benar-benar menyesal.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, jangan pernah remehkan sekecil apapun pelajaran yang kita dapatkan. Manusia tempatnya khilaf. Namun sebaik-baiknya taubat adalah dengan tidak mengulanginya dan berubah menjadi taat. Hal tersebut tidak mudah, perlu keteguhan hati dan istiqomah dalam menjalaninya. Kadang krisis kepercayaan diri melanda, kita merasa sudah tidak pantas mendapatkan yang terbaik, tapi ingatlah “Jangan pernah putus asa akan rahmatNya”. Selagi hidup terus berjalan, sebelum semuanya terlambat, lakukanlah yang terbaik. Gagal coba lagi, jatuh berdiri lagi.
Di zaman sekarang, banyak kita temui orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, hingga tidak tahu lagi mana jalan baik dan mana jalan yang tidak disukai olehNya. Seiring berjalannya waktu, Tuhan menunjukkan kepada saya apa artinya keberkahan dalam hidup. Menjadi taat memang sulit, tapi buahnya sangat indah sekali. Butuh kesabaran yang tidak instan. Banyak orang yang tidak percaya dengan proses. Banyak orang yang meragukan kemampuan dirinya, tak yakin akan kuasa Tuhan sehingga memilih jalan pintas. Banyak orang yang tak menyadari bahwa keberkahanlah yang akan terus mengalirkan kebaikan dalam hidup. Harta yang berkah mendatangkan rasa aman, perbuatan yang diberkahinya mendatangkan rasa syukur, hal bermanfaat mendatangkan kesuksesan untuk generasi penerus. Libatkan Allah dalam setiap pengambilan keputusan. Semoga saya bisa seperti itu.
Ibu selalu berpesan, “nak, jangan pernah kamu tinggalkan shalat”. Sewaktu kecil saya hanya mengiyakan nasehat itu tanpa menela’ah lebih dalam. Namun setelah dewasa saya menyadari betapa hal tersebut sangat fundamental. Shalat memberikan penjagaan dan ketenangan. Bahwa 24 jam sehari dalam hidup banyak kemungkinan yang bisa terjadi, hal-hal buruk tak bisa kita duga, maka dengan memaknai shalat dapat memberikan penjagaan bagi kita, membuka mata kita untuk menyadari yang benar dan yang salah. Jauh dari Tuhan sangat tidak enak. Sungguh tak enak. Bila sudah terlalu jauh, berbuat dosa bisa kita anggap biasa, benar dan salah sudah tak jelas bedanya. Mungkin sebagian di antara kita pernah mengalami satu fase dalam hidup dimana kita berada di tepi jurang berbahaya dan bila sedikit lagi melangkah, kita bisa kehilangan segalanya. Hal yang susah payah kita bangun dapat hilang dalam sekejap hanya karena kesalahan bodoh yang kita pilih tanpa pertimbangan yang matang.
Orang tua tak akan selamanya bersama kita, jangan kecewakan kepercayaan yang mereka berikan, apalagi untuk memuaskan ego semata. Satu hal yang saya yakini, saya bisa sampai di titik sekarang, semuanya tak luput dari peran doa orang tua. Kekuatan doa mereka yang tulus menjaga saya. Saya manusia. Saya pernah salah dan lupa. Saya hamba yang hina.  Learn from mistake. Belajar dari kesalahan. Saat kita berada di titik nol, ingatlah Tuhan kita dan apa tujuan hidup kita. Semoga saya diberi kesempatan untuk membahagiakan orang tua di sisa umur mereka. Ampuni salah hamba Ya Rabb. Jauhkan dari hal-hal buruk yang menghambat hal-hal baik datang, dekatkanlah hamba dengan hal-hal yang mendatangkan kebaikan. Perjalanan hidup masih panjang dan berliku. Bukan hanya kebahagiaan semu yang hamba inginkan, melainkan kebahagiaan yang terus mengalir sepanjang hidup di dunia hingga akhirat. Semoga hamba bisa memilih dan menata kehidupan yang diberkahi dan diridhai olehMu. Amin.

Jumat, 05 Februari 2016

THE POWER OF LOVE


Bicara soal cinta memang tak ada habisnya. Cinta adalah hal klise yang sudah dikenal sejak adam hawa turun ke bumi. Bagi saya pribadi, makna cinta yang saya sadari dan rasakan jauh mengalami perubahan dibandingkan waktu yang sudah-sudah. Apa itu cinta ? Bagi saya cinta adalah kata kerja. Mengapa demikian ? karena cinta adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan diperbaharui sepanjang waktu agar cinta tersebut memberikan arti yang sebenarnya. Sempat saya merasa bahwa cinta tersebut adalah hal lumrah yang pada akhirnya akan menyatu sendiri jika memang sudah jodohnya. Namun ternyata itu tidak sepenuhnya benar. Takdir mempertemukan saya dengan seseorang, namun jika cinta yang ada tidak pernah dipupuk dan dibina maka tetap saja hasilnya nol. Kemudian saya merubah pola pikir saya. Berarti cinta adalah sesuatu yang harus diperjuangkan sekuat tenaga. Namun tenyata itu juga tidak sepenuhnya benar. Bagaimana kalau pasangan kita tidak kooperatif, bagaimana jika hanya kita yang berjuang sementara pasangan tidak, bagaimana jika komunikasi yang ada tidak memberikan kecocokan, ya pada akhirnya akan bubar jalan juga. Kadang kita ingin dicintai, namun kita lupa mencintai. Kadang kita alpa dan baru menyadari kesalahan kita saat semua sudah terlambat. Namun itu bukan masalah. Karena pelajaran membuat kita semakin baik dan tentu saja bisa bertemu dengan yang lebih baik dan menjalani hubungan dengan cara yang lebih matang dan baik pula.
 Dulu saya merasa pasangan saya harus begini, harus begitu. Saya harus bisa begini dan bisa begitu. Menjalani hubungan yang seperti ini dan seperti itu. Namun teori-teori super tersebut patah dengan hal yang sebenarnya sangat sederhana dan membawa saya pada satu kesimpulan bahwa kunci bahagia bukan seperti itu. Pada akhirnya yang terpenting adalah pasangan yang membuat kita nyaman menjadi diri kita sendiri. Yang menerima kita apa adanya dan tidak menuntut kita menjadi orang lain yang bukan kita. Yang bisa bekerja sama, Yang mengerti mimpi kita. Yang memiliki visi dan misi yang sama. Yang menunjukkan cintanya dengan nyata, tak hanya lewat kata. Dan saat itulah hati kita tersentuh dan merasa menyadari betapa luar biasanya Allah SWT yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih sayang diantara makhluknya. Rasa yang tidak pernah bisa terbeli dan terganti dengan apapun. 
Tak cukup kata untuk menggambarkan bahwa ternyata ada seseorang yang benar-benar menginginkanmu untuk menjadi pasangan hidupnya. Bukan hanya mengumbar rayuan agar tetap bersamanya, melainkan dengan sabar mengenali dan mempelajari kepribadian dan kebiasaanmu. Love doesn't force you to change, it inspires you so you change. Jangan berubah jadi pribadi lain yang bukan kita demi orang lain, namun berubahlah menjadi yang lebih baik karena menyadari kedua pihak memang harus bersama-sama berkembang mencapai satu tujuan. Saling bekerja sama menjadi tim yang solid. Itulah cinta yang sebenarnya.


The Power Of Love.


Kamis, 28 Januari 2016

ROLLER COASTER


              Kamis malam, pukul 21.17 WIB. Tidak seperti biasanya, rasa kantuk belum menyapa saya.  Biasanya pada jam-jam tersebut saya sudah mulai berwisata ke alam mimpi.  Entah ada dorongan apa yang akhirnya menuntun saya untuk membuka laptop dan mulai menulis di blog. Rasanya sudah lama sekali sejak saya memposting tulisan pertama saya di blog ini. Menulis adalah salah satu cara saya untuk mengungkapkan apa yang ada di hati dan pikiran dengan bebas dan jujur. Bukannya tidak ‘punya waktu’, tapi saya memang tidak ‘membuat waktu’ untuk menulis lagi. Mengapa saya bilang tidak ‘membuat waktu ?’ karena saya tidak mau jadi orang yang sok sibuk seolah waktu lah yang mengatur saya, padahal harusnya kitalah yang mengatur waktu dan mencetak momen, bukan begitu ?
             Sudah setahun lamanya waktu terlewati. Seperti kebanyakan orang, tiap tahun saya selalu berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi, lebih baik lagi, dan seterusnya.  Ya tapi inilah hidup. Tak selamanya mulus seperti apa yang kita rencanakan. Dan satu hal yang saya yakini, hidup selalu menawarkan pilihan-pilihan. Membuat kita berpikir , bertindak dan merasakan hal yang up and down layaknya rangkaian roller coaster.  Pilihan itulah yang nantinya akan mengarahkan kemana tujuan hidup ini akan kita bawa. Hidup adalah proses belajar yang tiada henti. Walaupun di satu sisi kadang saya merasa gagal melakukan yang terbaik, tapi saya bersyukur karena saya bisa menyadari bahwa proses yang kita jalani adalah inti dari pelajaran hidup dan hasil apa yang akan kita petik nantinya.  Karena tidak semua orang bisa menyadari hal tersebut dan cepat melakukan introspeksi diri.
             Mungkin dulu saya adalah pribadi yang belum peka dengan lingkungan sekitar. Belum peka di sini bukan berarti saya tidak memiliki toleransi, tenggang rasa, apatis dan masa bodoh. Namun yang saya maksudkan di sini adalah, diri saya kurang terdidik untuk melihat persoalan dari sudut pandang  yang berbeda dan mudah menjudge dan mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Dan sikap seperti itu tentu saja tidak fair dan lambat laun dapat menghambat saya untuk berkembang. Jika kita ingin mengambil waktu untuk lebih banyak menyimak dan mendengar maka itulah hal yang akan memperkaya diri kita. Sungguh saya merasa bersyukur diri saya bisa bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang dengan segala tingkah polanya yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya berusaha mendidik diri saya bahwa apapun yang terjadi dalam hidup harus bisa dihadapi, dinikmati, dan dilihat sisi positifnya. Saya yakin tidak ada yang sia-sia, karena pasti ada kebaikan untuk diri saya di kemudian hari. Manusia memang tidak bisa jadi sempurna, namun sesulit apapun saya berusaha untuk mengedepankan kebaikan sebagai pondasi saya dalam berbuat sehari-hari. Saya sadar betapa pentingnya kita menanamkan kesabaran, doa dan ketekunan dalam menjalani realitas kehidupan. Seiring berjalannya waktu, prioritas hidup saya pun mengalami pergeseran. Dulu, saya fokus untuk lulus kuliah dengan hasil yang baik, kemudian mendapat pekerjaan yang baik. Lalu selanjutnya apa lagi ?
Tahun 2015 lalu,  bisa dibilang adalah tahun yang “full of something new” bagi saya.  Awal tahun tepatnya pada Tanggal 1 Januari 2015, saya bersama kakak dan seorang teman pergi berlibur ke Singapura.  Bagi sebagian orang itu mungkin hal yang biasa. Tapi  itu merupakan pengalaman saya pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya dan terasa spesial bagi saya.  Setidaknya salah satu cita-cita saya sudah tercapai.  Kemudian dalam hal pekerjaan di kantor saya merasa ada peningkatan karena hal yang saya lakukan tidak melulu yang itu-itu saja. Saya diberi kesempatan untuk melakukan bermacam job desk baru dan tentu saja hal tersebut memberikan masukan ilmu pengetahuan baru yang  sangat berharga bagi saya. Dua kegiatan pendidikan dan pelatihan pun berhasil saya lewati dan selesaikan, yaitu diklat fungsional penyuluh pertanian serta diklat prajabatan. Itu berarti saya sudah sah menjadi PNS dan sudah sah pula memegang jabatan sebagai Penyuluh Pertanian. Soal karier bisa dibilang lancar jaya. Namun soal percintaan, saya kembali gagal. Saat mengetik bagian ini pun saya hanya menyengir kuda. Bukan apa-apa, tapi saya merasa pengalaman percintaan saya seperti humor namun kaya makna. Cinta yang bahkan umurnya lebih muda daripada jagung. Tapi saya sangat bersyukur. Pengalaman kegagalan itu justru membuat saya mengenal diri saya lebih dalam, mengerti apa yang harus diperbaiki dan mengetahui apa sebenarnya hakikat cinta, dan jenis cinta serta pasangan seperti apa yang saya cari dan layak saya perjuangkan. Di usia saya yang sekarang ini, memang sudah waktunya saya berpikir serius tentang pendamping masa depan. Walaupun prosesnya panjang dan berliku tapi saya berusaha untuk sabar dan terus memperbaiki diri.  
People come and go. Tibalah pada momen dimana seseorang baru kemudian hadir dalam hidup saya dan memberikan warna-warni luar biasa. Sosok yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Memang realita yang ada menyebabkan kadang saya pesimis dan ingin menyerah untuk menjalaninya. Tak jarang saya sedih namun kemudian berpikir kritis. Tetapi saya tidak menyangka bahwa saya menemukan banyak sekali harta karun terpendam dalam dirinya. Pelajaran dan nasihat yang benar-benar membuka mata, hati dan pikiran saya. Sosok yang membuat saya betul-betul berada dalam teka-teki dan berusaha berpikir jernih dan berusaha untuk merasa dengan hati lagi, lagi dan lagi. Sosok yang membuat saya nyaman menjadi diri saya sendiri. Sosok yang membuat saya takjub karena dia bisa menguraikan sesuatu dengan tepat dan tidak putus asa mencari jalan keluar. Sosok yang membuat saya kagum dan bahagia tiada tara. Sosok yang membuat saya betul-betul merasakan  “team work”. Bisa memposisikan dirinya sebagai pemimpin dan membuat saya seperti menemukan cerminan diri. Memiliki visi dan cara pencapaian yang sama.  Sosok dimana semua terasa tidak ada kepalsuan dan mengalir apa adanya. Sosok yang selalu berusaha menghidupkan dan merawat yang ada terus, terus dan terus.  Seperti halnya menaiki roller coaster, awalnya saat memulai kita memang merasa takut sekaligus excited dan bahagia. Namun setelah dijalani ternyata memang tidak mudah, panjang, dan berliku. Tapi yakinlah, setelah perjalanan itu  berhasil dilewati, ada rasa lega sekaligus bahagia yang tak tergambarkan. Setidaknya kita sudah berusaha. Semoga begitu juga dengan perjalanan ini. Seperti yang saya sebutkan di awal, hidup memang layaknya Roller Coaster. Bahagia dan sedih silih berganti tapi pasti mampu dilewati. And You. Yes You. You are my Mr. Roller Coaster :*

Kamis, 15 Januari 2015

KALEIDOSKOP 2014



`           Tak terasa waktu bergulir membawa kita ke penghujung tahun 2014. Tahun 2015 sudah menyongsong di depan mata. Banyak peristiwa yang terjadi dalam hidup saya di sepanjang tahun 2014, baik itu suka, duka, cita, asa dan harapan. Semuanya susul menyusul terjadi dan memberikan kesan membekas di hati.  Di tahun dimana saya menginjak usia seperempat abad ini, begitu banyak pelajaran dan hikmah yang bisa saya petik untuk saya jadikan pijakan dalam menghadapi tantangan kehidupan di tahun-tahun mendatang. Dua puluh lima tahun bukanlah usia yang terbilang muda, bisa dikatakan usia tersebut merupakan usia matang dimana saya harus mulai menata masa depan saya, perlahan membangun impian saya dan melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang-orang di sekitar saya. Bermula dari kegamangan saat harus dihadapkan oleh pilihan sulit dalam hidup yang harus segera saya putuskan demi kelanjutan masa depan. Saat itu September 2013. Kakak kandung saya yang biasa saya panggil dengan sebutan Mbak tiba-tiba menelpon dan memberikan info bahwa pada tahun tersebut akan diadakan perekrutan CPNS di Provinsi Bengkulu, tempat dimana saya berasal. Saya yang sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta bergensi milik asing di ibukota kala itu,  tentu saja cukup penuh pertimbangan untuk mengikuti seleksi tersebut. Apalagi bisa dikatakan saya sudah cukup nyaman dan mapan bekerja di sana. Belum lagi dengan segala ilmunya yang membuat diri saya terus berkembang. Terus terang menjadi PNS bukanlah keinginan dan cita-cita saya. Keluarga inti saya yaitu ibu, ayah dan mbak semuanya berprofesi sebagai PNS dan entah mengapa saya tidak ingin mengikuti jejak mereka. Cukuplah mereka saja. Alasannya sederhana karena saya ingin lebih mengexplore kemampuan yang ada dalam diri saya dan mengapai semua impian-impian yang saya rasa sulit tercapai apabila saya berprofesi sebagai PNS. Melihat kehidupan PNS yang notabenenya adalah zona nyaman, membuat minat saya kurang terpanggil.  
Setelah 4 tahun menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor dan lulus pada tahun 2011, saya diterima bekerja di perusahaan swasta sejak tahun 2012. Terhitung sudah hampir 2 tahun saya hijrah ke ibukota dan bekerja di sana. Dengan gaji yang cukup besar bagi seorang fresh graduate dan pengalaman bekerja yang sangat dinamis, rasanya berat bagi saya untuk meninggalkan profesi dan pekerjaan saat itu.  Suatu malam saat lelah selepas pulang bekerja tiba-tiba saya merasakan kerinduan yang teramat dalam dengan orang tua dan suasana rumah,  seketika itu juga saya teringat dengan pengumuman tes CPNS yang ditawarkan oleh mbak saya. Hati kecil saya terketuk, “ah, tidak ada salahnya  mencoba, lagi pula saya belum pernah mengikuti tes CPNS”.  Mulai dari situlah saya bergerak mempersiapkan syarat pendaftaran dan mengirimkan berkas lamaran. Tes dijadwalkan akan diadakan pada bulan November 2013. Di sela-sela bekerja saya curi-curi kesempatan untuk membuka buku dan belajar mempersiapakan tes. Subuh sebelum berangkat kerja saya sisihkan waktu untuk mengerjakan simulasi soal-soal. Dengan bermodal nekat dan iseng akhirnya hari itu Senin 11 November 2013, saya berangkat ke Bengkulu untuk mengikuti tes. Atasan saya di kantor tentu saja tidak akan memberikan izin apabila saya memberitahu akan mengikuti tes tersebut, karena itu pagi harinya sebelum tes berlangsung baru saya memberitahu atasan bahwa saya tidak dapat masuk kantor pada hari itu dikarenakan ada urusan keluarga mendadak. Tentu saja mau tidak mau atasan memberikan izin. Ditemani oleh formasi keluarga lengkap, ayah, ibu dan mbak, saya mengikuti tes. Rasanya seperti mimpi. Satu setengah jam terasa begitu cepat dengan hasil tes yang langsung dapat diketahui oleh peserta. Dengan penuh rasa penasaran, saya keluar dari ruangan tes untuk melihat berada di posisi mana nilai saya. Dan ternyata saya lulus passing grade dan berada di urutan ke-2. Rasa bahagia dan haru membuncah jadi satu.  Saya telah lulus tes CPNS.
            Entahlah, begitu cepat arah nasib membelokkan haluan saya dan mengharuskan saya untuk segera memilih.  Jika saya tetap bekerja di Jakarta, mungkin kesempatan saya berkembang akan lebih besar. Belum lagi peluang kenaikan jenjang karier yang perlahan mulai terbuka seiring dengan peningkatan kapasitas diri yang senantiasa saya lakukan.  Namun jika saya memilih menjadi CPNS maka saya bisa kembali ke kampung halaman dan mengabdi di sana, berada kembali dekat dengan orang tua setelah enam tahun lamanya merantau serta menjalani pekerjaan yang dikatakan “aman & terjamin” bagi sebagian orang.  Di titik itulah saya mengalami pergolakan batin hebat dan sulit untuk memutuskan pilihan.
Adalah seorang Iqbal. Teman saya sewaktu kuliah. Mengetahui saya mengikuti tes CPNS dan diterima, dia cukup berperan dalam memberikan masukan kepada saya yang sedang dilanda kebingungan. Obrolan kami buka sambil menikmati sepiring pisang bakar dan susu coklat di sore itu. Tiba-tiba Iqbal menghabiskan setengah gelas susu coklat miliknya dan mulai membuka perbincangan. “Mik, lo liat gelas susu yang habis gua minum ini kan. Isinya tinggal setengah. Lo ngeliat gelas ini apakah setengah kosong atau setengah penuh?”, ujarnya dengan wajah serius. Mendengar pertanyaan seperti itu membuat saya sejenak berpikir, “hmmmm... setengah penuh bal gua rasa”. Kemudian ia menimpali lagi jawaban saya “ya terserah lo mau jawab setengah kosong atau setengah penuh, semua tergantung perspektif dan sudut pandang lo. Diantara dua pilihan itu ga ada jawaban yang benar atau yang salah, karena ga ada kebenaran mutlak di muka bumi ini mik. Begitu juga dengan realita yang harus lo hadapi sekarang. Lo harus memilih karier lo ke depan dimana kedua pilihan tersebut mempunyai sisi plus dan minusnya. Kalau saran gua ikuti kata hati lo. Apapun yang lo pilih nanti pasti akan baik buat lo selagi lo selalu bisa melihat sisi positif dari pilihan itu.  Tapi ingat, jangan pernah menyesal dan jangan pernah menyalahkan orang lain atau mencari kambing hitam atas pilihan yang sudah lo buat. Dengan begitu lo selalu bisa menjalani kehidupan lo dengan hati ikhlas dan tanpa beban. Di kehidupan lo ke depan nanti pasti makin banyak dan rumit pilihan-pilihan yang mesti lo putuskan. Ini baru permulaan mik. Dan gua yakin lo hebat dan bisa menjalani semua dengan sebaik-baiknya”.  Sejenak saya terenyuh dan berpikir. Ya benar apa yang sahabat saya Iqbal kemukakan. Ga ada pilihan yang buruk dan benar-benar tepat.  Semua tergantung bagaimana saya menyikapinya. Saya harus segera memutuskan.

JANUARI 2014
            Laju kereta dari stasiun cawang menuju Bogor terasa sangat lambat pagi itu. Kenyataan bahwa saya harus melegalisir ijazah sarjana saya sebagai syarat melengkapi berkas CPNS membawa langkah saya kembali ke kampus IPB. Ya saya sudah memutuskan untuk meninggalkan ibukota dan memilih bekerja sebagai CPNS. Mungkin inilah jawaban dari doa ibu saya yang ternyata sudah tak ingin terlalu lama berjauhan dengan anaknya. Tekad saya sudah bulat. Keputusan itu sudah saya ambil.

FEBRUARI 2014
            Raut wajah sedih dan kehilangan tak sanggup saya lihat dari rekan kerja saya, Yuan dan Mudi. Mereka berdualah rekan kerja satu tim yang sangat dekat dengan saya. Apalagi kami berasal dari almamater yang sama. Ya akhirnya tiba waktu saya harus resign dan meninggalkan kantor yang telah sangat berjasa membentuk dan menempa saya dengan segudang pengalaman dan ilmunya. Senja itu kami mencoba tertawa lepas dan bercerita seru di ruang kantor kami yang terletak di lantai 21. Ah, kalian terlalu manis dan menyenangkan untuk ditinggalkan kawan. Namun kesedihan tak berhasil kami tutupi dari diri kami masing-masing. Perpisahan pasti akan terjadi jika pertemuan sebagai awalnya. Belum lagi ketika saya memeluk erat manager sekaligus mentor yang sangat saya kagumi dan saya apresiasi etos dan integritas kerjanya, ibu Sintha. Jika ada wanita yang disebut hebat dialah satunya. Beliau tidak hanya cerdas namun juga berhati mulia. Teringat waktu Ayah saya divonis menderita kanker kelenjar getah bening stadium 1e dan diharuskan menjalani perawatan intensif selama 6 bulan di Yogyakarta, beliaulah yang senantiasa menghibur dan memberikan dorongan semangat kepada saya untuk tetap tegar dan yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Mr. Lee. Direktur kami yang berkebangsaan Korea dan acap kali meminta saya menyiapkan data dan membantunya. Ketelitian dan kecerdasannya sangat saya acungi jempol. Beliau banyak membuka wawasan saya. Dari beliau juga saya banyak belajar bagaimana cara berpikir taktis dan cermat dalam mengambil keputusan. Ya hari itu saya berpamitan dengan seluruh rekan-rekan di kantor. Sayonara. Saya pergi untuk meneruskan cerita hidup yang sudah saya pilih jalannya.

MARET 2014
            Kota Bengkulu terasa begitu asing bagi saya. Terbiasa berada di tengah hiruk pikuk ibukota dan sekarang berada di kota yang tak seriuh ibukota membuat saya sejenak menemukan ketenangan jiwa. Belum lagi kegiatan yang dulunya sangat padat dan sibuk dari pagi hingga malam hari membuat tubuh dan otak saya seolah terpenuhi dahaganya. Hari itu saya mengikuti pembekalan CPNS. Lagi-lagi semua terasa begitu asing. Pertemuan dan perkenalan pertama saya dengan teman-teman yang ditempatkan diinstasi yang sama terjadi pertama kali di hari itu. Kami semua berjumlah 13 orang. Kejutan lain yang saya temui adalah saya harus menerima fakta bahwa kantor saya cukup jauh dan untuk menuju kesana diperlukan waktu sekitar 20-30 menit dengan jarak tempuh ±12 km dan harus melewati daerah yang lumayan sepi. Hal tersebut terasa cukup berat bagi saya yang selama ini tidak pernah menghadapi kondisi tempat kerja seperti itu. Lagi-lagi saya belajar ikhlas dan menerima. Tak hanya soal adaptasi pekerjaan, adaptasi hubungan percintaan pun juga harus saya hadapi. Saya terpaksa harus berpisah dengan seseorang spesial yang sudah saya kenal selama 4 tahun belakangan sejak kami sama-sama duduk di bangku kuliah. Orang tersebut biasa saya panggil “Aa”. Aa adalah sosok pribadi yang baik, santun, pintar dan jago bermain musik. Jarak membuat intensitas komunikasi kami menjadi berkurang. Belum lagi dari awal saya memutuskan pindah kerja, kami memang sudah pesimis untuk melanjutkan dan berjuang bersama untuk kelanjutan hubungan ke depan. Mungkin karena ego masing-masing yang masih ingin fokus berkarier dan belum terlalu ingin menjalani hubungan ke arah yang lebih serius. Ya akhirnya kami memutuskan untuk berpisah dan meraih impian masing-masing. Terasa cukup berat memang bagi saya, namun keyakinan bahwa semua demi kebaikan bersama membuat saya menjalaninya dengan legowo.

APRIL 2014
            Dunia birokrasi dan pemerintahan terasa baru dan cukup mencengangkan. Bagi saya tidak begitu sulit pekerjaan yang harus saya hadapi, semua bisa diselesaikan. Namun faktor SDM dan sistem administrasi yang bertele-tele acap kali menjadi kendala. Bagaimana bisa hal sepele menjadi begitu dibesar-besarkan, bagaimana bisa suatu hal yang harusnya menjadi prioritas dan fokus penting malah dikesampingkan, dan bagaimana bisa regulasi sistem yang diterapkan terasa kacau dan tak tepat sasaran. Saya memang hanya bagian kecil dari sistem besar yang sudah lama terbentuk. Berangkat dari pengalaman di dunia kerja yang pernah saya jalani sebelumnya, saya merasa betapa kurang dinamisnya kondisi pekerjaan yang saya lakoni sekarang. Tidak mungkin saya bisa mengubah semua sesuai dengan apa yang saya inginkan sementara saya hanyalah pemain baru yang masih butuh banyak adaptasi. Terkadang saya merasa gregetan sendiri dengan atmosfer kantor yang saya rasakan kurang cocok dengan tipikal saya. Tapi saya yakin perubahan ke arah lebih baik itu pasti ada. Meskipun perubahan sesuai jalur yang benar kita lakukan sedikit demi sedikit namun lambat laun pasti akan menuai hasil. Saya percaya itu.   
           
MEI 2014
            Diikutsertakannya kami ke 13 CPNS baru dalam tim perencanaan APBD di kantor membuat hari-hari saya seolah ditelan kesibukan. Selain itu saya juga mulai mendalami jobdesk yang harus saya kerjakan. Hal baru selalu membuat saya tertantang untuk mempelajarinya. Perlahan saya mencoba menikmati pekerjaan dan belajar mengikuti alur birokrasi yang ada. Keakraban dengan teman-teman baru pun mulai terjalin. Kami mulai saling mengenal, menjajaki sifat satu sama lain dan menikmati setiap momen-momen bersama sambil menyelesaikan pekerjaan. Namun perihal efektivitas dan efisiensi kerja masih menjadi hal prinsip yang sulit saya terima. Pekerjaan yang menurut saya bisa diselesaikan sesuai dengan jam kerja yang ada, realitanya harus dibuat lembur berhari-hari dengan deadline yang tidak jelas. Hal tersebut cukup membuat saya mengernyitkan dahi. Pengoptimalan dan manajemen SDM yang baik memang belum dirasakan sepenuhnya. Pengalaman-pengalaman baru yang saya alami memberikan sisi berbeda bagi pola pikir saya. Begitu banyak pelajaran dan ilmu kehidupan yang bisa saya ambil. Kehidupan sosial baru yang saya jalani membuat saya tahu bahwa betapa beragamnya manusia dengan segala sifatnya dan betapa berbedanya pola pergaulan yang saya jalani sekarang. Ah, inilah fenomena yang digambarkan oleh peribahasa “lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” . 

JUNI 2014
            Kedekatan dengan salah satu rekan kerja sekantor membuat hari-hari saya menjadi lebih berwarna. Intenstitas pertemuan dan keakraban yang perlahan mulai terbangun menimbulkan kedekatan di antara kami. Apalagi dengan status kami yang saat itu sama-sama single. Dari awal memang ia berusaha mendekati saya. Namun perasaan ragu masih menyelinap di hati. Selain karena usianya yang terpaut lebih muda satu tahun di bawah saya, saya menganggap usahanya untuk mendekati saya hanyalah iseng dan lelucon belaka. Maka saat itu saya belum berani untuk mengatakan “iya” untuk menjalani hubungan spesial dengannya. Namun seiring berjalannya waktu ternyata ia tetap berusaha meyakinkan saya dan menunjukkan sisi tanggungjawab dan kedewasaannya sebagai pria. Hal tersebut membuat hati saya luluh dan berani mengatakan “iya” untuk menjalin hubungan serius dengannya. Tidak ada salahnya mencoba dan menerima. Kepribadiannya perlahan membuat saya kagum. Kegigihan dan jiwa kepemimpinannya memang patut diacungi jempol. Harapan tentu saja tumbuh di hati kami masing-masing. Sempat terbersit bahwa semoga ini menjadi yang terakhir dalam perjalanan pencarian cinta kami. Ah, hidup memang penuh misteri. Saat kita kehilangan, Tuhan mempertemukan dan memberikan ganti dengan caraNya sendiri.

JULI 2014
            Hari itu Selasa, 1 Juli 2014. Seusai melaksanakan shalat dzuhur di mushalla kantor, saya segera kembali ke ruang kerja. Dengan santai saya berjalan ke arah meja kerja dan membuka tas saya yang tergeletak di meja. Betapa kagetnya saya saat membuka tas dan menemukan setangkai bunga mawar merah yang sudah berada di dalamnya. Ya, hari itu adalah hari ulang tahun saya yang ke-25. Ayank, panggilan sayang saya untuk sang pacar, ternyata mencoba memberikan surprise. Bahagia dan tersipu malu saya alami kala itu. Wanita mana yang tidak senang dan tersanjung jika diberi bunga dan diperlakukan romantis. Belum lagi saat tiba di rumah, ibu, ayah dan mbak juga telah menyiapkan kejutan. Saya merasa sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangi saya. Indahnya bulan Ramadhan juga saya rasakan di bulan ini. Setelah 7 tahun merasakan Ramadhan di tanah rantau, akhirnya tahun ini saya bisa merasakan kembali suasana berpuasa di kampung halaman. Sungguh bahagia rasanya. Bisa berkumpul kembali dengan keluarga dan merasakan nikmatnya masakan ibu yang selama ini didamba. Belum lagi dengan ritual mudik yang mau tak mau saya coret dari list kegiatan tahunan saya tiap idul fitri tiba.  Ya, tak ada lagi yang namanya mudik. Tak ada lagi booking tiket pesawat dari jauh-jauh hari. Sekarang semua terasa begitu dekat dan seolah tak berjarak. Keluarga adalah segalanya.

AGUSTUS 2014
                Semakin hari semakin banyak hal baru yang saya pelajari. Saya pun mulai enjoy dan beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang sekitar. Terkadang saya menyisihkan sedikit waktu untuk sekedar merenung dan berpikir. Hidup ini adalah proses belajar yang tiada henti. Tiap orang dan peristiwa adalah guru terbaik bagi kita. Tidak ada yang sia-sia selagi kita bisa mengambil pelajaran dari sana. Kerinduan akan teman-teman dan aktivitas yang dulu sempat saya jalani terkadang menyeruak menyesakkan dada. Namun bukankah kehidupan ini adalah sesuatu yang dinamis ? Perubahan adalah hal mutlak yang harus kita terima bukan ? Jangan pernah takluk dengan keadaan. Dan impian harus tetap kita genggam agar tahu kemana arah usaha kita. Satu hari itu di momen ulang tahun ayank yang ke-24 saya menyempatkan diri datang menghampirinya sekaligus menjenguk bapaknya yang sedang dirawat rumah sakit karena penyakit diabates yang sudah lama dideritanya. Tak bosan saya memberikan dukungan moril agar ia senantiasa tetap semangat mendampingi bapak dalam menjalani salah satu ujian dari Allah SWT ini. Sempat saya bercerita bahwa dulu saya juga pernah mengalami masa-masa sulit seperti ini ketika ayah sakit dan kami diharuskan bergantian menjaganya yang harus dirawat jauh di seberang pulau sana. Setelah badai ujian kesabaran dan keikhlasan itu kami sekeluarga lewati, ternyata ada sesuatu yang indah menanti setelahnya. Jangan pernah ragu akan ketetapan Allah. Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk hambaNya selagi hambaNya tetap istiqomah dan berserah. Di akhir pertemuan saya berikan kado ulang tahun untuknya dan diterimanya dengan wajah terkejut sekaligus senang. Tidak seberapa namun Insha Allah berguna. “Terima kasih yank”, ujarnya lirih.

SEPTEMBER 2014
            Aktivitas di luar ruangan memberikan keseruan tersendiri bagi saya. Meskipun kulit menjadi sedikit eksotis namun kegiatan bercocok tanam terasa amat menyenangkan. Buah naga dan jagung adalah dua di antara komoditas pertanian yang kami usahakan. Ya meskipun bisa dibilang cuma sarana belajar di lahan terbatas, namun cukuplah untuk membuka wawasan saya yang selama ini terlalu asik dengan teori. Siang hari sehabis dari lapang, saya kembali ke ruang kerja dan berkumpul dengan rekan-rekan yang lain. Dan entah kenapa topik mengenai jodoh dan pernikahan menjadi issue krusial akhir-akhir ini. Seolah tak bosan dan tak ada habisnya hal tersebut selalu dibahas dan diperdebatkan. Di antara kami ber-13 memang terdapat 7 orang yang masih single dan 2 pasang di antara kami mengalami cinta lokasi. Mulai dari kriteria memilih jodoh dan kehidupan pernikahan semuanya dikupas hingga detail. Semua berlomba-lomba mengutarakan pandangan dan pendapatnya hingga tak jarang hal tersebut hanya menjadi debat kusir dan diskusi alot belaka tanpa penyelesaian.  Saya pribadi sejujurnya belum terlalu berpikir ke arah pernikahan. Memang suatu saat hal tersebut mau tak mau harus saya persiapkan, namun saya merasa itu belum terlalu urgent untuk saat ini. Inilah salah satu realitas unik yang kembali saya temui. Pola pikir dan budaya orang-orang di sini beranggapan bahwa jika seorang pemuda dan pemudi sudah bekerja dan dewasa lantas apalagi yang ditunggu, harus segera memilih pasangan hidup. Menikah seolah merupakan garis finish. Namun untuk masyarakat modern di kota besar mungkin pola pikir tersebut telah mengalami sedikit pergeseran. Buat apa buru-buru menikah toh masih banyak impian yang harus diraih. Lagipula apabila dengan status single sudah bisa merasakan kebahagiaan sendiri buat apa cepat menikah. Obrolan seru siang itu lagi-lagi diakhiri dengan gelak tawa. Entah siapapun pasangan hidup saya kelak, untuk saat ini saya hanya bisa berusaha menjadi versi terbaik dari diri saya dan berdoa. Dan saat itu juga terbersit keinginan saya untuk menetapkan target menikah. Usia 26 tahun sepertinya pas. Semoga. Insha Allah.

OKTOBER 2014
            Seperti halnya roda yang terus berputar, begitu juga dengan kehidupan yang saya jalani. Di bulan ini kembali saya mengalami ujian kesabaran yang hampir menguras emosi saya. Hubungan saya dengan ayank yang semula baik-baik saja, tiba-tiba mengalami perubahan drastis menjadi kondisi buruk yang sungguh tidak saya mengerti. Di awal bulan saat kami masih masih terlibat dalam satu tugas pekerjaan yang sama, hubungan kami masih berjalan mulus tanpa masalah. Namun kemudian semua berubah saat kabar merupakan hal langka yang bisa saya dapatkan dari dirinya.  Sudah hampir 2 minggu setiap saya mencoba berkomunikasi ia sangat sulit dihubungi. Belum lagi ia sedang ada tugas di luar kantor sehingga intensitas pertemuan kami memang berkurang.  Dalam hati saya bertanya-tanya. Apa sesungguhnya yang terjadi ? Namun saya tetap tidak putus asa menghubunginya dan tetap berpikir positif. Sesekali ia membalas BBM atau SMS saya, namun yang saya dapatkan hanya jawaban pendek dengan respon yang kurang antusias. Telepon dari saya pun hanya didiamkan saja nyaris tak pernah diangkat. Dari situ saya mulai berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dan tidak beres dalam hubungan kami. Seketika saya mencoba melakukan introspeksi diri. Apakah ada kesalahan fatal yang sudah saya buat sehingga menyebabkan ia betul-betul marah dan merubah sikapnya terhadap saya ? Memori saya berlari ke belakang mencoba mengingat-ingat. Mungkin selama ini saya terlalu cuek dan kurang peka. Atau ada ucapan saya yang membuat ia tersinggung ? Ah, atau mungkin ia sedang pusing karena ada masalah ?  Selama ini saya selalu berusaha berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengannya, namun ternyata ia bukanlah tipe orang yang mudah mengutarakan apa yang ia rasakan dan lebih memilih memendamnya sendiri. Hal tersebut akhirnya menjadi bom waktu bagi hubungan kami dan akhirnya tak tertahankan sehingga tiba pada satu titik permasalahan. Padahal komunikasi adalah pondasi terpenting dalam sebuah hubungan. Tak bosan-bosan saya menawarkan bantuan jika ia membutuhkannya dari saya. Dan tak lelah saya berusaha menghampirinya sekedar menyapa untuk mencairkan suasana. Ritual pergi dan pulang kantor bersama tidak terjadi lagi, padahal momen itulah yang saya harapkan bisa menjadi sarana mediasi kami untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi. Dari situ saya merasa ia sudah tidak mau berusaha duduk bersama menyelesaikan semuanya. Sempat saya berpikir bahwa ini semua tidak adil.  Kenapa ia tidak jujur terhadap apa yang ia rasakan ? kenapa ia tidak bilang langsung ke saya bila ada hal yang tidak ia sukai dari saya agar saya bisa memperbaiki diri ? Bagi saya dalam hubungan memang tidak akan ada pasangan yang bisa cocok seratus persen. Namun selalu ada cara untuk bersama jika kedua pihak mau bekerja sama dan sama-sama berusaha mencapai tujuan ke arah yang lebih baik. Jika satu pihak sudah lelah dan tidak mau berusaha lagi maka mau tidak mau hubungan sudah tiba diambang kehancuran. Setiap saya mencoba untuk berkomunikasi dengannya dan mencari titik terang, maka semakin keras pula usahanya untuk menjauh dari saya. Terlampau jengah akhirnya tiba saya pada kesimpulan bahwa ia sudah tak ingin lagi bersama saya. Ia ingin mengakhiri hubungan ini namun mungkin tidak tega mengutarakannya langsung kepada saya karena takut terhadap respon saya apabila mengetahui hal tersebut. Ah, dangkal sekali bila kau berpikir seperti itu teman. Saya bukan seorang pengecut yang tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Namun sikapnya tersebut saya maklumi, mungkin semata ia tak ingin saya merasa tersakiti.  Dengan besar hati saya sudah siap menerima jika kenyataan perpisahan itu benar terjadi.

NOVEMBER 2014
            Perintah tugas dari kantor mengharuskan saya untuk berangkat ke Bogor di awal bulan untuk mengikuti pelatihan selama 4 hari. Segala sesuatunya saya persiapkan dengan matang. Sebelum hari keberangkatan saya bertekad untuk menyelesaikan masalah hubungan saya yang masih menggantung. Jika memang ia tidak berani memutuskan maka sayalah yang harus inisiatif maju duluan meminta kejelasan. Kami tak bisa berlarut-larut berada di zona abu-abu seperti ini. Semuanya harus clear. Sore itu sehabis pulang kerja saya mampir terlebih dahulu ke rumah atasan karena ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan. Selepas maghrib dengan masih berpakaian dinas lengkap karena belum sempat pulang ke rumah, saya datang menuju rumah Ayank semata-mata dengan tujuan untuk mencari solusi. Jika memang harus berpisah ya sudah kita putuskan dengan baik-baik, namun jika memang masih ada keinginan untuk bersama maka saya siap diajak berdiskusi dan bekerja sama untuk memperbaiki semuanya. Sangat disayangkan memang. Namun saya juga tak bisa memaksakan. Malam itu kami akhirnya resmi berpisah. Ya, keputusannya kami harus mulai menjalani kehidupan masing-masing tanpa satu sama lain. Mungkin kami memang belum berjodoh. Alasan mengapa ia menjauh dan tak mau berjuang bersama lagi sudah tak perlu saya pertanyakan. Buat apa. Toh memang sudah tak ada usaha. Saya tak pernah menyangka bahwa secepat ini semua harus berakhir. Namun inilah yang terbaik. Perasaan lega menyeruak di dada. Semua sudah jelas sekarang.  Saya harus tetap melanjutkan kehidupan dan memulai lembaran baru. Saya ucapkan terima kasih atas semuanya. Tidak ada yang sia-sia karena Allah yang mempertemukan. Karakter, sifat dan latar belakang keluarga yang jauh berbeda seharusnya memang membuat kami membutuhkan adaptasi lebih dalam menjalani hubungan, namun kami berdua sama-sama gagal membinanya sehingga saya merasa perpisahan adalah yang terbaik. Tidak perlu dipaksakan. Suatu saat kami pasti akan menemukan pasangan terbaik yang cocok dengan kami masing-masing.
 Perjalanan saya ke Bogor keesokan harinya terasa seperti bernostalgia. Meskipun masih sedikit shock dengan peristiwa pada malam harinya, namun rona kebahagiaan tak bisa tertutupi dari wajah saya. Saya terlampau bersemangat untuk segera tiba dan menginjakkan kaki kembali di Kota hujan itu. Lagi-lagi saya mengucap syukur karena merasa inilah salah satu bentuk nikmat Allah yang dilimpahkannya kepada saya. Pelatihan yang saya jalani kembali memperkaya wawasan dan pengalaman saya. Pertemuan dengan orang-orang baru yang penuh optimisme memberikan suntikan segar bagi diri saya.  Sehabis menjalani pelatihan saya melakukan reuni kecil dengan teman satu geng semasa kuliah. Ah, betapa rindunya saya dengan mereka. Tak henti kami bercerita sambil menikmati kuliner khas Bogor di malam minggu itu. Begitu banyak hal yang terjadi semenjak kami berpisah dan sangat seru ketika dibahas. Jika bukan karena waktu sebagai pemisah mungkin kami tetap akan berkumpul bersama karena bercerita pun tak akan ada habisnya. Sahabat adalah harta karun yang tak tergantikan oleh apapun. Mereka akan selalu ada dalam segala suasana, suka maupun duka. Saya tak pernah menyangka akan kembali bertemu lagi dengan mereka di kota Bogor dalam waktu yang secepat ini. Tuhan terkadang memberikan jalan di luar batas kemampuan manusia untuk memikirkannya. Jangan lupa untuk selalu berpegang teguh bahwa hidup senantiasa harus diisi dengan bersyukur, berdoa dan berusaha. Melalui itulah jalan akan terbuka.

DESEMBER 2014
                Bulan penutup tahun akhirnya tiba. Sekelumit kejadian tak mengenakkan sempat saya alami dalam pekerjaan. Namun bagi saya hal tersebut hanya batu sandungan kecil yang tak akan memberikan pengaruh nyata terhadap prinsip hidup dan integritas saya. Selagi saya terus meningkatkan kompetensi diri, mental serta tetap konsisten berada dalam jalur yang benar, tidak ada yang perlu saya takutkan. Di bulan ini kedekatan saya dengan seseorang perlahan mulai terjalin. Sifatnya yang baik, easy going dan sangat nyambung saat mengobrol membuat saya merasa nyaman.  Selain itu ia memiliki sisi tegas dan frontal yang berusaha membimbing saya ke arah yang lebih baik. Sikap seperti itulah yang saya rasa perlu dimiliki untuk seseorang yang nantinya akan mendampingi saya. Suatu sore hari selepas pulang kerja saya menerima ajakannya untuk pergi jalan. Tiba di rumah saya segera bersiap-siap menunggu jemputan. Ini kali kedua saya keluar berdua dengannya. Sore itu kami memutuskan untuk nonton bioskop. Ada yang berbeda di hari itu. Saya mulai merasakan chemistry antara kami mulai terbentuk. Setelah nonton kami tidak bisa berlama-lama. Mendadak ia ditelpon dan harus segera pulang ke rumah karena ada urusan yang harus diselesaikan. Kami segera menuju mobil. Saat kami berdua sudah duduk, dia menyalankan tape dan tiba-tiba terdengar alunan lagu Here, There and Everywhere milik The Beatles. Lagu tersebut merupakan lagu favorit saya. Suasana berubah romantis. Dia melihat ke arah saya dengan serius dan berkata “jadi gimana? “.  Saya langsung menjawab “ya sudah, kalo emang ada perlu kita langsung pulang aja”. “Bukan, maksudnya hubungan kita gimana ? Mau coba jalanin sama-sama ?”, sahutnya. Saya sontak terdiam dan perlahan menjawab “hmmm.. oh itu.” Sejenak saya berpikir lalu menjawab “ Ya udah kita coba jalani”. Senyum bahagia seketika terpancar dari wajah kami berdua. Lagu The Beatles mengalun berulang-ulang mengiringi kebahagiaan yang hadir diantara kami saat itu.

I want her everywhere
And if she's beside me I know I need never care
But to love her is to need her everywhere
Knowing that love is to share
Each one believing that love never dies
Watching her eyes
And hoping I’m always there
I will be there, and everywhere
Here, there and everywhere

Ya, malam itu kami membuat komitmen. Komitmen untuk mulai menjalani hubungan dengan asa dan harapan yang perlahan tumbuh di hati kami masing-masing. 2015. Semoga lebih baik  J